Thursday, December 1, 2011

PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF MENAHUN


PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF MENAHUN

A.    Definisi
Merupakan suatu istilah yang sering digunakan untuk sekelompok penyakit paru-paru yang berlangsung lama dan ditandai dengan peningkatan resistensi terhadap aliran udara sebagai gambaran patofisiologi yang utama. Ada tiga penyakit yang membentuk satu kesatuan yang dikenal sebagai PPOM tersebut yaitu brinkhitis kronis, emfisema paru, dan asma bronkhiale.
American Thoracic Society, 1962, menyatakan perbedaan dasar dari definisi ketiga penyakit tersebut diatas : bronkhitis kronis didefinisikan oleh gejala klinisnya, emfisema paru-paru didefinisikan oleh patologi anatominya sedangkan asma didefinisikan oleh patofisiologi klinisnya sebgai berikut :
1.      Bronkhitis kronik merupakan gangguan klinik yang ditandai oleh pembentukan mukus yang berlebihan (sputum dapat mukoid atau mukopurulen) dalam bronkus dan bermanifestasi sebagai batuk kronik dan pembentukan sputum selama sedikitnya tiga bulan dalam setahun, sekurang-kurangnya selama dua tahun berturut-turut.
2.      Emfisema paru-paru merupakan suatu perubahan anatomis parenkim paru-paru yang ditandai dengan pembersaran alveolus dan duktus alveolaris serta destruksi dinding alveolar.
3.      Asma merupakan suatu penyakit yang didirikan oleh hipersensitifitas cabang-cabang trankeobronkhial terhadap berbagai jenis rangsangan, keadaann ini bermasnifestasi sebagai penyembuhan saluran-saluran pernapasan secara periodik dan reversibel akibat bronkhospasme.

B.     Etiologi
  1. Asma
a.       Asma ekstrinsik atau alergik
Disebabkan oleh alergen yang diketahui biasanya protein, dalam bentuk serbuk sari yang dihirup, bulu halus binatang, kain pembalut, atau alergi terhadap makanan seoerti susu atau coklat meskipun dalam jumlah yang sangat kecil, riwayat keluarga dengan penyakit atopik termasuk demam jerami, ekzema, dermatitis, dan asma sendiri.
b.      Asma instrinsik atau idiopatik
Sering tidak dijumpai faktor pencetus yang jelas, faktor non spesifik biasanya berupa flu biasa, latihan fisik, atau emosi yang dapat memacu serangan asma.
c.       Asma campuran
Terdiri dari komponen asma ekstrinsik dan instrinsik.
  1. Bronkhitis kronis dan emfisema
Faktor etiologi yang paling utama adalah merokok dan polusi udara yang biasa terdapat didaerah industri. Polusi udara yang terus-menerus juga merupakan faktor predisposisi infeksi rekuren karena polusi memperlambat katifitas silia dan fagositosis sehingga timbunan muklus meningkat sedangkan faktor  pertahanannya sendiri melemah.
Emfisema dibagi menurut pola sinus yang terserang, ada dua bentuk yang umum sehubungan dengan PPOK yaitu emfisema sentrolobular (CLE), yang secara selektif hanya menyerang bagian bronkhiolus respiratorius. Emfisema panlobular (PLE) atau panasinar, merupakan  bentuk morfologik yang lebih jarang, dimana alveolus yang terletak distal dari bronkhiolus terminalis mengalami pembesaran serta kerusakan secara merata.

C.    Tanda, gejala dan patofisiologi
1.      Asma
Setelah pasien terpapar zat alergen penyebab atau faktor presipitasi maka segera timbul dipsnea, pasien merasa seperti tercekik dan harus duduk atau berdiri dan berusaha penuh mengerahkan tenaga untuk bernapas. Berdasarkan pada perubahan kondisi anatomis maka akan dijumpai kesulitan dalam ekspirasi, hal ini terjadi karena percabangan trakheobronkhial melebar dan memanjang selama inspirasi tetapi sulit untuk memaksakan udara keluar dari bronkhiolus yang menyempit, mengalami edema, dan terisi mukus yang dalam keadaan normal akan berkontraksi pada tingkatan tertentu saat ekspirasi. Udara terperangkap pada bagian distal tempat penyumbatan, sehingga terjadi hiperinflasi progresif dari paru-paru. Sewaktu pasien berusaha maksimal untuk mengeluarkan udara maka akan timbul mengi ekspirasi memanjang  yang merupakan ciri khasnya asma, serangan seperti ini dapat berlangsung dalam beberapa menit atau beberapa jam diikuti dengan batuk produktif yang banyak sekali dengan sputum yang berwarna keputih-putihan.
2.      Bronkhitis kronik
Temuan patologis yang utama pada bronkhitis kronis adalah hipertropi kelenjar mukosa bronkhus dan peningkatan sel goblet dengan infliltrasi sel-sel radang dan edema mukosa bronkhus. Pembentukan mukus yang meningkat mengakibatkan gejala yang khas yaitu batuk produktif. Batuk kronis yang disertai peningkatan sekresi bronkhus akan mempengaruhi bronkhiolus yang kecil secara sedemikian rupa sehingga bronkhiolus tersebut akan rusak dan dindingnya melebar.
3.      Emfisema paru
Emfisema sentrolobular (CLE), bagian bronkhiolus respiratorius yang terserang  dinding-dindingnya mulai berlubang, membesar, bergabung dan akhirnya cenderung menjadi satu ruang sewaktu dinding-dinding mengalami intergrasi. Mula-mula duktu alveolaris dan sakus alveolaris yang lebih distal dapat dipertahankan. Emfisema ini lebih banyak ditemukan pada pria debandingkan dengan bronkhitis kronik dan jarang diteukan pada mereka yang tidak merokok
Emfisema panlobular (PLE), pada bagian alveolus yang terletak distal dari bronkhiolus terminalis mengalami pembesaran serta kerusakan secara merata. Jika penyakit makin parah, maka semua komponen asinus sedikit demi sedikit akan menghilang hingga akhirnya akan tertinggal hanya beberapa lembar jaringan saja  yang biasanya merupakan pembuluh darah, gambaran PLE khas yaitu tersebar  merata diseluruh paru-paru, meskipun bagian basal cenderung terserang lebih parah.













 
































D.    Pemeriksaan diagnostik
1.      Pemeriksaan radiologis
2.      Pemeriksaan faal paru
3.      AGD
4.      Kimia darah
5.      Darah rutin
6.      Sputum
7.      EKG

E.     Pengobatan
  1. Asma
Bronkhodilator, desensitisasi spesifik yang lama, menghindari alergen-alergen yang sudah dikenal, kadang-kadang  dengan pemberian obat kortikosteroid
  1. Bronkhitis kronis dan emfisema paru
Terapi pada kedua kondisi tersebut diatas berupa tindakan-tindakan untuk menghilangkan obtruksi saluran nafas kecil yaitu dengan memberikan hidrasi yang memadai untuk mengencerkan sekret bronkus, ekspektoran dan bronkodilator untuk meredakan spasme otot polos, biasanya diberikan obat-obat untuk simpatomimetik seperti albuterol, terbutalin, dan xantin, pada pasien dengan sekret yang banyak maka perkusi dan postural drainase sangat membantu untuk membuang sekret yang menyumbat yang dapat menjadi faktor predisposisi untuk infeksi, pemberian obat antibiotik juga diperlukan, biasanya obat pilihannya adalah tetrasiklin, ampisillin dan penisillin. Selain hal tersebut diatas, latihan nafas juga sangat membantu yaitu pasien diajarkan untuk mengeluarkan nafas dengan perlahan dan tenang melalui bibir yang dikerutkan, latihan ini bertujuan untuk mengurangi kolaps bronkhiolus-bronkhiolus yang kecil dan mengurangti udara yang terperangkap. Program latihan fisik yang bertahap disertai pemberian oksigen kadar rendah dapat membantu kesejahteraan pasien, pemberian oksigen ini harus hati-hati pada pasien yang sudah tahap lanjut, yaitu bila ada gejala hiperkapnia dan hipoksemia karena pada keadaan demikian dapat mempercepat kegagalan pernapasan, kondisi ini karena pasien tergantung pada hipoksianya untuk mendapatkan dorongan pernapasan

F.     Diagnosa keperawatan
1.      PK : Hipoksemia
2.      Bersihan jalan nafas tidak efektif b/d sekresi yang kental dan berlebihan
3.      Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d dyspnea, kelemahan, anoreksia, mual/muntah.
4.      Kurang pengetahuan b/d miss interpretasi, keterbatasan kognitif

G.    Perencanaan

No
Diagnosa
Tujuan
Intervensi
Rasional
1
PK : Hipoksemia

Perawat akan meminimalkan dan mengatasi komplikasi
1.   Pantau tanda-tanda ketidakseimbangan asam basa :
a.   AGD : PH < 7,35; PCO2 46 mmHg
b.   Nadi meningkat dan tidak teratur
c.    Peningkatan frekuensi pernapasan dan penurunan diikuti nadi
d.   Perubahan fungsi mental
e.    Urine output < 30 ml/jam
f.    Kulit dingin, pucat atau sianotik
2.   Berikan O2 aliran rendah (2 lt/mnt) sesuai kebutuhan dengan nasal kanule.
3.   Ambil sampel sputum untuk pemeriksaan kultur dan sensitifitas.
4.   Pantau EKG terhadap disritmia sekunder terhadap perubahan AGD.
5.   Pantau tanda-tanda gagal jantung kanan; peningkatan tekanan diastolik, JVP meningkat, Edema perifer, CVP meningkat.
6.   Kelola program pengobatan; bronkodilator, kortikosteroid, simpatomimetik, adrenergik,antimikrobial, antitusif non narkotik, intermittent positive pressure breathing, nebulizer, cest fisioterapi
7.   Kelola pemeriksaan laboratorium; AGD, ALB, kultur dan sensitivitas sputum, elektrolit dan darah lengkap.
8.   Kelola pemeriksaan diagnostik lain; RO dada, bronkoskopi, bronkografi, tes fungsi paru, stress test, dsb.
AGD membantu untuk mengevaluasi  pertukaran gas dalam paru-paru. Pada PPOK ringan klien mungkin mempunyai kadar PaCO2 normal karena kemoreseptor pada MO berespon thd Peningkatan PaCO2 dengan meningkatkan ventilasi. Pada PPOK berat, klien tidak dapat mempertahankan peningkatan nilai PaCO2.

Acidosis repiratorik terjadi karena kelebihan retensi CO2. klien dengan asidosis respiratorik karena penyakit kronis pada awal meningkatnya frekuensi jantung dan pernapasan dalam upaya kompensasi penurunan oksigenasi, setelah beberapa saat klien bernapas lebih lambat dan dengan ekspirasi memanjang, pda akhirnya pusat pernapasan berhenti berespon thd kadar CO2 yang lebih tinggi sehingga dpt menimbulkan henti nafas tiba-tiba.
Kecepatan aliran O2 yang lebih tinggi akan meningkatkan retensi CO2, penggunaan kanule dapat menurunkan kecemasan/ rasa takut klien

Pemeriksaan kultur dan sensitivitas dapat menentukan apakah infeksi menyebabkan gejala
2
Bersihan jalan nafas tidak efektif b/d sekresi yang kental dan berlebihan

Setelah dilakukan TP selama 3 x 24 jam klien akan:
1.   Menunjukan batuk efektif dan meningkatkan pertukaran gas di paru-paru
2.   menyebutkan strategi untuk menurunkan kekentalan sekret
1.    Auskultasi bunyi nafas, catat adanya wheezing, krekles, ronchi dll.
2.    Pantau frekuensi pernapasan, catat rasio inspirasi/ekspirasi
3.    Catat adanya dispneu
4.    Awasi tingkat kesadaran/ status mental
5.    Ajarkan tentang batuk efektif
6.    dan cara untuk menurunkan viskositas sekret dengan mempertahankan status hidrasi yang cukup dengan cara meningkatkan asupan cairan 2-3 lt/hari
7.    Auskultasi paru sebelum dan sesudah program latihan.
8.    Dorong klien untuk melakukan oral higiene secara adekuat dan bantu bila mengelami hambatan
Penyempitan, sekret pada jalan nafas/sal nafas akan menimbulkan bunyi yang patologis

Sumbatan jalan nafas dan ketidakseimbangan asam basa akan menimbulkan reaksi kompensasi dan dapat menimbulkan gangguan seperti gangguan kesadaran dan status mental

Hidrasi yang adekuat dapat menurunkan viskositas sekret sehingga dapat lebih mudah untuuk dikeluarkan

Pemantauan yang adekuat dapat untuk mengevaluasi kondisi dan kesiapan pasien

Oral higiene dapat meningkatkan rasa nyaman
3
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d dyspnea, kelemahan, anoreksia, mual/muntah.

Setelah dilakukan TP selama 4 x 24 jam klien akan :
1.    Meningkatkan asupan diet
2.    Menunjukan peningkatan BB
3.    Menunjukan perubahan upaya-upaya untuk mempertahankan dan meningkatkan BB seimbang
1.    Kaji kebiasaan diet klien
2.    Kaji makanan yang disukai dan tidak disukai serta makanan pantang
3.    Kaji intake saat ini dan auskultasi bunyi usus
4.    Berikan  perawatan mulut
5.    Hindari makanan yang terlalu panas dan dingin
6.    Anjurkan makan sedikit tapi sering
7.    Ijinkan membawa makanan dari rymah jika tidak kontra indikasi
8.    Berikan O2 tambahan jika diperlukan
9.    Pertimbangakan pemasangan NGT jika asupan peroral tidak adekuat/tdk masuk
10.Kolaborasi team untuk penambahan diet parenteral

Kebiasaan/asupan diet akan mempengaruhi status gizi klien
Peraweatan mulut akan meningkatkan kesegaran
Adanya peristaltik usus menunjukan kesiapan klien untuk makan
Aktifitas makan dapat mempengaruhi peningkatan kebutuhan O2 sehingga memerlukan tambahan
Pemasangan NGT merupakan alternatif untuk menjaga asupan nutrisi yang adekuat
4
Kurang pengetahuan b/d miss interpretasi, keterbatasan kognitif

Setelah dilakukan TP selama 1 x 24 jam klien akan ;
1.    Menyatakan pemahaman tentang kondisi/ proses penyakit dan perawatannya
2.    Mampu mengidentifi kasi tanda dan gejala, proses penyakit dan menghubungkan dengan faktor penyebab
3.    Berpartisipasi dan kooperatif dalam program perawatan dan pengobatan
1.    Jelaskan tentang proses penyakit, tanda dan gejala, perawatan, pengobatan dan pencegahan kekambuhan.
2.    Jelaskan setiap prosedur pengobatan dan perawatan
3.    Ajarkan tentang penggunaan inhaler
4.    Diskusikan tentang faktor-faktor untuk upaya peingkatan kesehatan
5.    Berikan informasi pembatasan aktifitas, aktifitas pilihan, pengganti dengan selang waktu untuk istirahat
6.    Programkan bersama klien tentang latihan dan istirahat
Pemahaman akan penyakit, penyebab, tanda dan gejala, pencegahan serta perawatan akan meningkatkan minat dan kerjasama klien



































ASUHAN KEPERAWATAN PADA BP.W DENGAN PPOK DI RUANG ICU RS.Dr.SARDJITO YOGYAKARTA




















Disusun oleh :

S A K I Y A N
02/159859/EIK/00218






PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2004

infak miocard


INFARK MIOKARD

1.          Definisi
Infark miokard adalah kematian jaringan miokard yang diakibatkan oleh kerusakan aliran darah koroner moikard (Carpenito, 2001).
Hudak & Gallo, 1994, infark miokard adalah akibat dari penyakit arteri koroner (PAK) dengan kerusakan jaringan  yang menyertai dan nekrosis.
Infark miokard adalah kematian jaringan otot jantung yang ditandai adanya sakit dada yang khas: lama sakitnya lebih dari 30 menit, tidak hilang dengan istirahat atau pemberian anti angina ( PKJPDN Harapan Kita, 2001).

2.          Etiologi
Ketidakadekuatan aliran darah akibat dari penyempitan, sumbatan, arteri koronaria akibat terjadinya aterosklerosis, atau penurunan aliran darah akibat syok atau perdarahan
Faktor resiko menurut Framingham :
·         Hiperkolesterolemia : > 275 mg/dl
·         Merokok sigaret : > 20/hari
·         Kegemukan : > 120 % dari BB ideal
·         Hipertensi : > 160/90 mmHg
·         Gaya hidup monoton
Faktor-faktor lain yang dapat memungkinkan berkembangnya PAK adalah sbb :
·         Riwayat penyakit jantung keluarga
·         Kepribadian tipe A (sangat ambisius, pandangan kompetitif, serba cepat)
·         Diabetes militus atau ters toleransi glukosa abnormal
·         Jenis kelamin pria
·         Menggunakan kontrasepsi oral
·         Menopause
·         Diet kolesterol tinggi dan lemak tinggi

3.          Tanda dan gejala
Secara khas nyeri dirasakan di daerah perikardial sering dirasakan sebagai suatu desakan, diperas, ditekan, dicekik, dan nyeri seperti terbakar, rasanya tajam dan menekan atau sangat nyeri, nyeri terus menerus, dan dangkal.
Nyeri dapat melebar ke belakang strenum sampai dada kiri, lengan kiri, leher, rahang, atau bahu kiri.

4.          Patofisiologi
Iskemia yang berlangsung lebih dari 30 – 45 menit akan menyebabkan kerusakan seluler yang irreversibel dan kematian otot atau nekrosis. Bagian miokardium yang mengelami infark atau nekrosis akan berhenti berkontraksi secara permanen. Jaringan yang mengalami infark dikelilingi oleh suatu daerah iskemik yang berpotensi dapat hidup. Bila pinggir daerah infark mengalami nekrosis maka besar dearah infark akan bertambah besar, sedangkan perbaikan iskemia akan memperkecil daerah nekrosis.
Infark miokardium biasanya menyerang daerah ventrikel kiri. Infark trasmural mengenai seluruh tebal dinding yang bersangkutan, sedangkan infark subendokardial terbatas pada separuh bagian dalam miokardium. Daerah lain yang biasanya terserang infark adalah bagian inferoir, lateral, posterior, dan septum, infark luas yang melibatkan bagian besar ventrikel dinyatakan sesuai dengan lokasi infark yaitu anteroseptal, anterolateral, inferolateral. Infark dinding ventrikel kanan juga ditemukan pada sekitar seperempat kasus infark dinding posterior kiri, pada kondisi ini disebut sebagai infark biventrikuler.
Otot yang mengalami infark akan mengalami serangkaian perubahan selama berlangsungnya proses penyembuhan, mula-mula otot yang mengalami infark tampak memar dan sianotik akibat terputusnya alioran darah regional kemudian dalam jangka waktu 24 jam akan timbul edema pda sel-sel, respon peradangan disertai infiltrasi leukosit. Enzim-enzim jantung akan terlepas dari sel-sel ini, menjelang hari kedua atau ketiga mulai terjadi proses degradasi ringan dan pembuangan semua serabut nekrotik. Selama fase ini dinding nekrotik relatif tipis, kira-kira pada minggu ketiga mulai terbentuk jaringan parut. Lambat laun jaringan penyambung fibrosa menggantikan otot yang nekrosis dan mengalami penebalan yang progresif. Pada minggu keenam parut sudah terbentuk dengan jelas.
Akibat yang terjadi karena infark miokardiun adalah daya kontraksi menurun, gerakan dinding abnormal, perubahan daya kembang dinding ventrikel, pengurangan curah sekuncup, pengurangan fraksi ejeksi, peningkatan volume akhir sistolok dan akhir diastolik ventrikel serta peningkatan akhir diastolik ventrikel kiri.

Derajat gangguan fungsional akibat infark tergantung dari :
·         Ukuran infark : infark yang melebihi 40 % miokardium berkaitan dengan insiden syok kardiogenik tinggi.
·         Lokasi infark : lokasi di dinding anterior lebih besar kemungkinannya mengurangi fungsi mekanik dibandingkan dengan kerusakan dinding inferior.
·         Fungsi miokardium yang terlibat : infark tua akan membahayakan fungsi miokardium sisanya.
·         Sirkulasi kolateral : baik melalui anastomosis arteria yang sudah ada atau melalui saluran yang baru terbentuk, dapat berkembang sebagai respon terhadap iskemia yang kronik dan hipoperfusi regional guna memperbaiki aliran darah yang menuju ke miokardium terancam.
·         Mekanisme kompensasi dari kardiovaskular : mekanisme ini  bekerja untuk mempertahankan curah jantung dan perfusi perifer.

Kompensasi terhadap infark adalah sebagai berikut :
·         Peningkatan frekuensi jantung dan daya kontraksi.
·         Vasokonstriksi umum.
·         Retensi natrium dan air.
·         Dilatasi ventrikel.
·         Hipertropi ventrikel.

5.          Pemeriksaan diagnostik
a.       Elektrokardiografi
Pada EKG 12 lead, jaringan iskemik tetapi masih berfungsi akan menmghasilkan perubahan gelombang T, menyebabkan inervasi saat aliran listrik diarahkan  menjauh dari jaringan iskemik, lebih serius lagi, jaringan iskemik akan mengubah segmen ST menyebabkan depresi ST.
Pada infark, miokard yang mati tidak  mengkonduksi listrik dan gagal untuk repolarisasi secara normal, mengakibatkan elevasi segmen ST. Saat nekrosis terbentuk, dengan penyembuhan cincin iskemik disekitar area nekrotik, gelombang Q terbentuk. Area nekrotik adalah jaringan parut yang tak aktif secara elektrikal, tetapi zona nekrotik akan menggambarkan perubahan gelombang T saat iskemik terjasi lagi. Pada awal infark miokard, elevasi ST disertai dengan gelombang T tinggi. Selama berjam-jam atau berhari-hari berikutnya, gelombang T membalik. Sesuai dengan umur infark miokard, gelombang Q menetap dan segmen ST kembali normal.


Perubahan elektrokardiogram speifik pada infark moikard transmural akut :

Daerah infark
Perubahan EKG
Anterior
Elevasi segmen ST pada lead V3 -V4, perubahan resiprokal (depresi ST) pada lead II, III, aVF.
Inferior
Elevasi segmen T pada lead II, III, aVF, perubahan resiprokal (depresi ST) V1 – V6, I, aVL.
Lateral
Elevasi segmen ST pada I, aVL, V5 – V6.
Posterior
Perubahan resiprokal (depresi ST) pada II, III, aVF, terutama gelombang R pada V1 – V2.
Ventrikel kanan
Perubahan gambaran dinding inferior

b.      Enzim-enzim jantung
Pemeriksaan seri enzim-enzi9m jantung diperoleh dari gambaran contoh darah tiap 8 jam selama 1 sampai 2 hari. Ketika terjadi cedera jaringan maka banyak protein terlepas dari bagian dalam sel otot jantung ke dalam sirkulasi, enzim-enzim yang harus diobservasi adalah kreatinkinase (CK), laktat dehidrogenase (LDH) dan transaminase oksaloasetat glutamik serum (SGOT)
c.       Vektokardiografi
Pengukuran noninvasif aksis listrik untuk kecepatan dan arah konduksi dan gangguan seperti hipertropi ventrikel kanan dan ventrikel jantung serta blok jantung.
d.      Angiografi
Ters diagnostik invasif dengan memasukan katerterisasi jantung yang memungkinkan visualisasi langsung terhadap arteri koroner  besar dan pengukuran langsung terhadap ventrikel kiri.
e.       Skintigrafi talium
Memungkinkan untuk imaging miokard setelah injeksi talium-201, suatu “cold spot” terjadi pada gambaran yang menunjukan area iskemia.

6.          Pengobatan
·         Obat anti koagulasi
·         Trombolitik

7.          Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul
·         Nyeri akut b/d agen injuri fisik
·         Intoleransi aktifitas b/d insufisiensi O2
·         Cemas b/d ancaman kematian
·         PK : Trombosis vena dalam
·         PK : Syok kardiogenik
·         PK : Gagal jantung kongestif
·         PK : IM kambuhan
·         PK : Disritmia








Sumber Pustaka

Bulecheck, 1996, Nursing Intervention Classification (NIC), Mosby-Year Book, USA
Carpenito, 1999, Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan, Diagnosa keperawatan dan masalah kolaboratif, EGC, Jakarta
Ignatavicius D. Donna & Workman L.M, 2002, Medical Sugical Nursing: Critical Thinking for Collaborative Care, 4th   edition, W.B Saunders: Philadelphia
LeMone. Pricilla & Burke M. Karen, 1996, Medical Surgical Critical Thinking in Clien Care, Addison Wesley Nursing: California
Luckmann & Sorensen’s, 1993, Medical Surgical Nursing, 4th ed, W.B Saunders: Philadelphia
Nanda, 2001, Nursing Diagnoses Definition dan Classification, Philadelpia
Price & Wilson, 1995, Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, EGC, Jakarta.
WwwI.Us.Elsevierhealth.Com, 2004, Nursing Diagnosis : A Guide to Planning Care, fifth Edition.